-
Bahasa Indonesia
-
English
Ketika saya berbicara tentang pentingnya memahami aspek spiritual (bukan Agama) yang mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan (Pencipta) dalam membangun Manajemen Sistem Kualitas atau yang sering disebut sebagai Total Quality Management (TQM) sejak 10 tahun yang lalu (2005) di Indonesia, banyak orang yang menertawakan atau sinis dan menganggap TIDAK relevan mengaitkan ilmu manajemen sistem dengan aspek spiritual! Banyak tanggapan POSITIF maupun NEGATIF yang diperoleh ketika saya membahas Aspek Spiritual dalam buku manajemen sistem maupun ketika memberikan kuliah pada program pasacasarjana magister manajemen (S2) maupun doktor manajemen (S3) di Indonesia.
Saya sangat meyakini sejak 1988 ketika pertama kali belajar TQM pada Program Doktor (S3) Teknik Sistem dan Manajemen Industri di ITB (Institut Teknologi Bandung) bahwa TQM apabila dipahami secara baik dan benar akan merupakan ilmu yang berada satu tingkat di bawah kitab-kitab suci (Alkitab, Alqur’an, dll) KARENA TQM ini mengatur hubungan antar manusia agar mencapai tingkat kepuasan bersama yang disebut sebagai Customer Satisfaction. Keyakinan saya sejak saat itu bahwa bagaimanapun pada suatu saat berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi PASTI TQM akan memasukkan aspek spiritual yang mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan (Pencipta). Keyakinan itu semakin bertambah ketika Stephen Covey yang terkenal dengan buku Seven Habits of Highly Effective People itu menambah aspek spiritual dalam bukunya yang berjudul: The 8th Habit.
Pada akhirnya keyakinan saya itu menjadi kenyataan dengan muncul buku TQM terbaru yang ditulis oleh Michel Jaccard berjudul: The Objective is Quality: Introduction to Quality, Performance and Sustainability Management Systems, CRC Press (2013). Dalam buku TQM itu dijelaskan tentang Enam Hirarki Kebutuhan Maslow dengan menambah aspek spiritual sebagai kebutuhan manusia tertinggi. Jika dahulu dalam teori Maslow hanya disebutkan lima kebutuhan dasar manusia dengan kebutuhan tertinggi adalah Aktualisasi Diri, maka dalam teori TQM terbaru hirarki kebutuhan Maslow telah berubah menjadi enam tingkat dengan tingkat kebutuhan tertinggi adalah Aspirasi Spiritual seperti bagan terlampir.
Buku TQM yang disinggung di atas dapat di download secara gratis di sini:
http://gen.lib.rus.ec/search.php?req=michel%20jaccard&lg_topic=libgen&open=0&view=simple&phrase=1&column=def
“Ilmu pengetahuan tanpa iman = buta, iman tanpa ilmu pengetahuan = lumpuh“
Albert Einstein: 1879-1955
Catatan: iman oleh VG dibuat akronim menjadi IMAN = Ikhlas Menjadikan Allah Nakhoda.
Saya juga masih belajar terus-menerus karena aspek spiritual ini yang paling sulit diterima seorang ilmuwan mengingat berhubungan dengan sesuatu yang abstrak sehingga hanya membutuhkan ke-TAAT-an total. IMAN = Ikhlas Menjadikan Allah Nakhoda mudah diucapkan TETAPI sangat sulit diterapkan! Namun dalam situasi di mana segala upaya TELAH menemui jalan buntu maka HANYA berharap kepada Tuhan dengan memasuki TITIK NOL tanpa tindakan apa-apa akan diberikan jalan keluar di luar nalar dan pikiran kita sebagai manusia.
Bukan hal mudah menerima keberagaman keyakinan! Cara saya adalah menemukan persamaan-persamaan dalam nilai-nilai spiritual itu dan menghargai perbedaan-perbedaan yang ada sebagai suatu fakta keberagaman.
Dewasa ini juga telah berkembang ilmu pengobatan baru yang dikenal sebagai Behavioral Medicine. Pada dasarnya Behavioral Medicine adalah bidang ilmu interdisiplin yang mengkombinasikan ilmu kedokteran dengan ilmu psikologi dan hal ini berkaitan dengan integrasi dari pengetahuan dalam biologi, perilaku, psikologi dan ilmu-ilmu sosial yang relevan dengan kesehatan dan penyakit.
Bahan presentasi berikut telah memasukkan aspek spiritual untuk peningkatan kualitas pemeliharaan kesehatan yang dilakukan oleh ilmuwan dan dokter.
https://smhs.gwu.edu/staticfile/SMHS/Graduate%20Medical%20Education/Feb%202011%20Spirituality%20in%20Medicine.pdf
Penjelasan lebih mendalam untuk memahami hirarki Maslow dapat dilihat di sini:
http://personalityspirituality.net/articles/the-hierarchy-of-human-needs-maslows-model-of-motivation/
Mungkin pemahaman saya berikut ini keliru atau salah, tetapi berdasarkan penjelasan dari teori Maslow di atas apakah mungkin seseorang yang BELUM terpuaskan pada kebutuhan dasar MASIH memiliki energi untuk memikirkan spiritualitas (hubungan keintiman dengan Tuhan)? Jawabannya mungkin saja TETAPI probabilitas untuk hal itu akan sangat kecil!
Catatan: Orang-orang kaya yang masih menjadikan uang (Rp, $, Euro, dll) sebagai tujuan utama dan terus-menerus berfokus pada pengumpulan uang dengan cara apapun termasuk melakukan korupsi, penipuan, memanfaatkan orang-orang miskin atau memanfaatkan orang lain, dll oleh teori Maslow dianggap masih berada pada hirarki paling rendah karena kebutuhan fisiologis (dalam hal ini kebutuhan akan uang) BELUM terpuaskan/terpenuhi!
Pemahaman tentang kebutuhan spiritual dalam teori Maslow di sini BUKAN seperti yang dipahami banyak orang yaitu asal beragama karena boleh saja orang beragama TETAPI bisa saja orang itu tidak beriman yang tampak dari perilaku sehari-hari yang selalu melanggar perintah atau firman Tuhan.
Dengan demikian banyak orang mulai mempertanyakan keberhasilan penyebarluasan ajaran-ajaran agama untuk berbuat baik (mengikuti firman Tuhan) di Indonesia, karena tidak mampu mengubah perilaku manusia menuju pemahaman kebutuhan spiritual yang hakiki yaitu adanya satu kata antara pikiran (apa yang dipikirkan), perkataan (apa yang diucapkan) dan perbuatan (apa yang dilakukan) yang oleh VG dirangkum ke dalam akronim HATI (Harmonisasi Antara Tindakan dan IMAN).
Catatan: IMAN = Ikhlas Menjadikan Allah (Tuhan) sebagai Nakhoda bagi kehidupan kita.
Saya sedang melakukan “percobaan” kecil-kecilan terhadap sejumlah orang (termasuk putera kedua saya) dengan menyatakan bahwa apabila Anda mengikuti perintah Tuhan sesuai keyakinan Anda, maka coba lakukan pendekatan Superconscious Mind agar mencapai TITIK NOL selama 40 hari, maka melalui IMAN dalam waktu 40 hari permohonan Anda yang paling hakiki (apapun itu) PASTI akan diberikan oleh Tuhan. Mengapa 40 hari? Tidak ada jawaban terhadap jumlah hari (boleh berapa lama saja) tetapi yang diharapkan di sini adalah memanfaatkan dampak dari pengulangan (effect of repetition). Saya pribadi melakukan percobaan mandiri menuju TITIK NOL (menyiapkan waktu khusus ber-FOCUS pada Tuhan) selama 1600 jam secara kontinu (hanya beristirahat untuk makan, mandi, dan tidur saja) baru memperoleh dampak positif dari pengulangan FOCUS kepada Tuhan.
Jika kita ingin membuktikan hal ini dengan tujuan utama adalah agar meningkatkan IMAN kita, maka tulis permohonan tentang kebutuhan hakiki itu pada hari 0 (sebelum memulai program 40 hari) agar apabila dijawab oleh Tuhan maka hal itu BUKAN dianggap sebagai suatu kebetulan belaka!
Catatan: selama 40 hari HANYA ber-FOCUS kepada Tuhan, BUKAN berfokus pada kepentingan pribadi (permohonan itu), karena jika kita berfokus pada apa yang diminta (kepentingan pribadi) maka IMAN kita sama seperti seorang PENGEMIS di jalan-jalan yang HANYA berfokus pada uang yang diterima BUKAN berfokus pada siapa (tuan) yang memberi uang itu!
Hasilnya bagaimana selama 40 hari itu? Bagi mereka yang IMAN-nya baru bertumbuh maka permintaan mereka SELALU dijawab oleh Tuhan. Putera kedua saya yang IMAN-nya juga baru mulai bertumbuh HANYA membutuhkan waktu empat hari (hari ke-4 dari program 40 hari) TELAH dijawab oleh Tuhan yaitu memperoleh “Letter of Offer/Acceptance” dari Universitas di Luar Negeri yang berakreditasi AACSB. Permohonan melanjutkan studi di luar negeri itu ditulis oleh putera kedua saya pada hari ke-0, yaitu hari sebelum memulai program 40 hari ber-FOCUS kepada Tuhan.
Catatan: FOCUS = Follow One Course Until SUCCESS.
Transendensi diri (Self-transcendence) berkaitan dengan nilai-nilai spiritual ditambahkan sendiri oleh Abraham Maslow menjelang kematiannya pada 8 Juni 1970. Kemudian dilanjutkan oleh para ahli motivasi dan psikologi. Hal ini serupa dengan Alm. Stephen Covey yang menambahkan 8th habit of highly effective people yaitu Spirituality dalam bukunya sebelum Stephen Covey meninggal dunia.
Beberapa link berikut dapat menjelaskan lebih jauh tentang hirarki kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow (1 April 1908 – 8 Juni 1970).
- http://www.mindstructures.com/maslow-hierarchy-of-needs/
- http://www.simplypsychology.org/maslow.html
- http://www.pursuit-of-happiness.org/history-of-happiness/abraham-maslow/
- http://www.edpsycinteractive.org/topics/conation/maslow.html
Mungkin kedengaran ANEH kalau perkembangan ilmu pengetahuan sejak muncul pertama kali di USA bisa sekitar 30 – 40 tahun baru dikenal di Indonesia. Apalagi kalau ilmu pengetahuan itu belum diajarkan di perguruan tinggi Indonesia, maka seringkali dianggap belum ada. Lihat saja konsep Six Sigma yang berkembang pertama kali pada tahun 1986 dan diterapkan pada Motorola Company dan dipopulerkan secara SUCCESS oleh General Electric pada tahun 1990-an, sampai sekarangpun kalangan perguruan tinggi di Indonesia masih belum “ngeh” apa itu six sigma dan bagaimana aplikasi yang benar?
Ketika pulang dari Vancouver Canada pada tahun 2005, saya telah memperkenalkan tentang pentingnya mengintegrasikan SQ (nilai-nilai spiritual–bukan agama), EQ (mentalitas sebagai professional), dan IQ (manajemen sistem bisnis dan industri) sebagai satu kesatuan dalam pengelolaan bisnis dan industri. Tetapi ketika itu banyak orang menganggap saya ANEH dan mengada-ada, bahkan kolega saya yang profesor dan doktor menganggap saya telah “error”! TETAPI sekarang saya senang karena TELAH menjadi kebutuhan real dalam manajemen bisnis dan industri, bahkan dalam pelatihan atau workshop para profesional saya menangkap adanya kerinduan untuk membahas aspek spiritual ini lebih banyak. Akhirnya saya telah membuat model AKS (Attitude, Knowledge, Skills) dalam manajemen bisnis dan industri seperti terlampir.
Masalahnya aspek spiritual juga sering dikaitkan dg agama dan seolah2 Tuhan, sang pencipta, atau apapun namanya hanya bisa didekati melalui ajaran agama. Dengan berkembang ilmu fisika kuantum dan konsep zero mind process maka pendekatan untuk menemukan Tuhan sesungguhnya bisa dijelaskan secara ilmiah.Sekarang telah banyak ilmuwan barat yg membahas konsep spiritual secara ilmiah.
Ini textbook tentang Holistic Learning and Spirituality in Education yang menjelaskan bagaimana APLIKASI Spirituality dalam pembelajaran. Dalam buku ini Spirituality TELAH menjadi ilmu pengetahuan yang dapat dipahami secara rasional yang dibahas oleh para ilmuwan dari berbagai negara. Referensi bagi para guru/dosen.
http://gen.lib.rus.ec/book/index.php?md5=7A140C59F3F14067A205E238531BDF4C
Ibarat sebuah pohon yang KOKOH maka lima tingkat kecerdasan yang dibutuhkan dari lulusan suatu institusi pendidikan di abad ilmu pengetahuan dan informasi sekarang ini adalah: kecerdasan SPIRITUAL sebagai basis/fondasi/akar-akar dan empat kecerdasan lain sebagai cabang-cabang, yaitu: kecerdasan INTELEKTUAL, EMOSIONAL, FISIKAL, dan SOSIAL. Dengan demikian pendekatan KUNO yang menekankan pada kecerdasan MENGHAPAL/MENCONTEK sudah kedaluwarsa!
Tetapi bagaimana prakteknya? KORUPSI merajalela TETAPI KORUPTOR rajin beribadah! KORUPTOR lebih takut kepada manusia penegak hukum (polisi, jaksa, KPK) TETAPI tidak TAKUT kepada Tuhan (Allah). Menurut saya sederhana saja TIDAK PERLU mempertentangkan pendekatan Timur dan Barat, ambil saja yang terbaik dari semuanya kemudian buat sendiri KONSEP tentang Tuhan (Allah), terapkan saja HabluminAllah + Habluminnanas + Habluminalam bagi pemeluk agama Islam dan hukum KASIH (Kehendak Allah Selalu Isi Hati) bagi pemeluk agama Kristen. Akan saya jelaskan lebih jauh bagaimana pendekatan rasional dalam menemukan Tuhan (Allah) melalui IMAN (Ikhlas Menjadikan Allah Nakhoda) yang selalu bertumbuh dan berkembang. Saya pribadi mendekati dunia spiritual melalui Superconscious Mind (Berdialog dengan Tuhan) dan menerapkan konsep Zero Mind Process yang akan saya jelaskan kemudian.
Setan saja minta pensiun dari Indonesia karena para Pejabat/Koruptor telah lebih mahir daripada Setan, sehingga menjadi lebih “menantang” sekaligus menarik apabila Setan bertugas di negara-negara maju yang tingkat korupsinya mendekati NOL (clean government).
NAMUN apabila nilai-nilai SPIRITUAL tidak dipahami secara baik apakah melalui pencarian sendiri (transendensi diri) ataukah melalui pelajaran agama dalam berbagai bentuk, maka mindset TIDAK akan terbentuk dengan baik. Jika mindset tidak terbentuk dengan baik, maka secara otomatis ATTITUDE juga tidak baik. Selanjutnya Bad Habits yang diterapkan terus-menerus akan membentuk Character sebagai penipu/pembohong/pencuri/koruptor, dll yang pada intinya melanggar semua perintah Tuhan. Proses pengulangan ini dalam teori motivasi disebut sebagai NEGATIVE REINFORCEMENT, artinya orang memperoleh ke-NIKMAT-an duniawi melalui pengulangan hal-hal yang BURUK/NEGATIF. Kondisi sebaliknya jika seseorang memperoleh ke-PUAS-an melalui pengulangan hal-hal POSITIF maka akan terjadi POSITIVE REINFORCEMENT, sehingga aplikasi nilai-nilai SPIRITUAL akan membawa ke-BAHAGIA-an bukan saja nanti di akhirat TETAPI langsung dinikmati di dunia.
Catatan: menurut teori kurang dari 2% populasi manusia yang akan MAMPU mencapai Transendensi Diri (hirarki tertinggi dalam teori Maslow) ini.
Tulisan dari Prof. Komarudin berikut bagus untuk disimak dan sedikit akan membantu memahami pertanyaan saya di atas.
Salam SUCCESS.
Spiritual Aspect in Quality Systems Management
When we talk about the importance of understanding the spiritual aspect (not Religion) that sets the relationship between humans and God (The Creator) in building Quality Systems Management, or what is often called Total Quality Management (TQM) since 10 years ago (2005) in Indonesia; many people laught at or be cynical and regard it as IRRELEVANT to connect the knowledge of management system with spiritual aspect! I received many POSITIVE and NEGATIVE responses when I gave lectures in Master’s of Management and Doctor of Management postgraduate programs in Indonesia.
I have strongly believed, since 1988 when I was studying TQM for the first time in doctoral program of Systems Engineering and Industrial Management at ITB ( Institut Teknologi Bandung/Bandung Institute of Technology), that TQM, if it’s well and correctly understood would be the knowledge that is one level below biblical knowledge (The Bible, Al Qur’an, etc.) BECAUSE TQM sets the relationship between people in order to reach the level of mutual satisfaction, which is referred to as Customer Satisfaction. I have believed, ever since that moment, that eventually based on the development of science and technology, TQM would CERTAINLY include a spiritual aspect that sets the relationship between humans and God (The Creator). That belief is increasing especially when Stephen Covey, who is famous for his Seven Habits of Highly Effective People book, adds spiritual aspect in his book entitled: The 8th Habit.
In the end, my belief becomes a reality with the emergence of the newest TQM book written by Michel Jaccard entitled: The Objective is Quality: Introduction to Quality, Performance and Sustainability Management Systems, CRC Press (2013). In that TQM book is explained about Maslow’s Six Hierarchy of Needs by adding spiritual aspect as the highest need of humans. If previously in Maslow’s theory, it was only mentioned five basic needs of humans with Self Actualization as the highest need, then in the latest TQM theory, Maslow’s hierarchy of needs has been turned into six levels with Spiritual Aspirations as the highest level of need as seen in the attached picture.
The TQM book that is alluded above can be freely downloaded here:
http://gen.lib.rus.ec/search.php?req=michel%20jaccard&lg_topic=libgen&open=0&view=simple&phrase=1&column=def
“Science without religion is lame, religion without science is blind“
Albert Einstein: 1879-1955
Note: religion or iman/faith is turned into acronym of IMAN/Faith = Ikhlas Menjadikan Allah Nakhoda/Sincerely Making God The Helmsman by VG.
I am also still continuously learning because this spiritual aspect is the most difficult to be embraced by a scientist knowing that it relates to something abstract; thus, it only needs total devotion. Saya juga masih belajar terus-menerus karena aspek spiritual ini yang paling sulit diterima seorang ilmuwan mengingat berhubungan dengan sesuatu yang abstrak sehingga hanya membutuhkan ke-TAAT-an total. IMAN/Faith = Ikhlas Menjadikan Allah Nakhoda/Sincerely Making God The Helmsman is easy to be said BUT is difficult to be implemented! But in a situation where all means HAVE met dead end, then by ONLY hoping to God and entering ZERO POINT without having to do any action, we would be given the way out beyond our logic and mind as humans.
It is not easy to accept the diversity of religious beliefs! My way is to find the equivalences in those beliefs’ spiritual values and to respect the differences that exist as a fact of diversity.
Today, a new medical specialty has also grown and is known as Behavioral Medicine. Basically, Behavioral Medicine is a interdisciplinary field that combines medical science with psychology and is related to integration of knowledges in biology and behavior, as well as social knowledges that are relevant to health and disease.
The following presentation material has included spiritual aspect for improving the healthcare quality conducted by scientists and doctors.
https://smhs.gwu.edu/staticfile/SMHS/Graduate%20Medical%20Education/Feb%202011%20Spirituality%20in%20Medicine.pdf
A more in-depth explanation for understanding Maslow’s hierarchy can be seen here:
http://personalityspirituality.net/articles/the-hierarchy-of-human-needs-maslows-model-of-motivation/
Perhaps my following comprehension is mistaken or wrong, but based on the Maslow’s theory explanation above would it be possible for someone who HAS NOT YET satisfied his/her basic needs STILL have the energy to think about spirituality (intimate relationship with God)? The answer is perhaps yer, BUT the probability for such thing would be very small!
Note: The rich who still have made money (Rp, $, Euro, etc.) as their main purpose and continuously focus on the wealth accumulation by any means necessary including by doing corruptions, doing scams, exploiting the poor or exploiting others, etc., are still considered to still be at the lowest level of hierarchy because their physiological needs (in this case, the need for money) HAS NOT BEEN YET satisfied/fulfilled!
The comprehension about the spiritual needs in Maslow’s theory here IS NOT like what many comprehend, which as long as is to just do religious activities; because people may do religious activities, BUT some can also actually be unfaithful that would appear from their everyday behaviors that constantly violate God’s commands or Word.
Therefore, many people start questioning the success of the dissemination of religions’ teachings to do good (to follow God’s Word) in Indonesia, because it is unable to change human behavior towards the essential understanding of spiritual needs, which is to have one word/unity between the mind (what is thought), the word (what is said), and the action (what is done); all, which are summarized by VG into an acronym of HATI/Heart (Harmonisasi Antara Tindakan dan IMAN/Harmony Between Action and Faith).
Note: IMAN/Faith = Ikhlas Menjadikan Allah (Tuhan) sebagai Nakhoda bagi kehidupan kita/Sincerely Making God The Helmsman for our lives.
I am currently doing a small “experiment” involving some people (including my second son) by stating that if you follow God’s commands according to your belief, then try to do Superconscious Mind approach in order to reach ZERO POINT for 40 days; then through IMAN/Faith, within 40 days, your most intrinsic wish (whatever it may be) would be granted by God. Why 40 days? There is no right answer on the amount of days (it may vary), but what is expected here is to utilize the effect of repetition). I personally did the experiment independently to reach ZERO POINT (by preparing special time to FOCUS solely on God) for 1,600 continuous hours (only took breaks just to eat, shower, and sleep) before receiving positive impact from the repetitious FOCUS to God.
If we want to prove this with the main purpose of increasing our FAITH, then write the wish for that essential need on day 0 (before starting the 40 days program), so that if it is granted by God, then it WOULDN’T be regarded as a mere coincidence!
Note: for 40 days of SOLE FOCUS on God, NOT on the personal interests (that wish), because if we only focus on what we ask (personal interests) then our IMAN/Faith is equivalent to a street BEGGAR’s who ONLY focuses on the money received, NOT on who gave that money!
What would be the result after those 40 days? For those whose Faith had just grown, then their wishes would ALWAYS be granted by God. My second son, whose Faith had also just grown, ONLY needed 4 days (4th day of the 40 days program) for his wish to HAD been granted by God, which was to receive “Letter of Offer/Acceptance” from an AACSB accredited Foreign University. Hiw wish to continue his study abroad was written by my second son on day 0, which was the day before starting the 40 days program of FOCUSING on God.
Note: FOCUS = Follow One Course Until SUCCESS.
Self-transcendence related to spiritual values was added by Abraham Maslow himself before his death on June 8th, 1970. This is similar with the late Stephen Covey who added the 8th habit of highly effective people, which is Spirituality, in his book before he died.
The following links can explain further about hierarchy of human’s needs according to Abraham Maslow (1 April 1908 – 8 Juni 1970).
- http://www.mindstructures.com/maslow-hierarchy-of-needs/
- http://www.simplypsychology.org/maslow.html
- http://www.pursuit-of-happiness.org/history-of-happiness/abraham-maslow/
- http://www.edpsycinteractive.org/topics/conation/maslow.html
Perhaps it is STRANGE if the development of knowledge since its inception in USA can take about 30 – 40 years before being recognized in Indonesia. Especially if that knowledge hasn’t been taught in Indonesian universities, oftentimes it is considered nonexistent. Just look at Six Sigma concept, which was intially developed in 1986, implemented on Motorola Company and SUCCESSFULLY popularized by General Electric in 1990s, even today, universities in Indonesia still haven’t fully understood what six sigma is and how its correct application should be.
When coming home from Vancouver, Canada, in 2005, I had introduced the importance of integrating SQ (spiritual values – not religious), EQ (mentality as professional), and IQ (business and industrial systems management) as one unity in managing business and industry. But at that time, many people thought I was STRANGE and farfetched; even my colleagues, who were professors and doctors assumed I had been “error”! BUT now, I am happy because it HAS been a real needs in business and industrial management; even in many professional trainings or workshops, I catch the longing to discuss this spiritual aspect more often. Finally, I have made the AKS (Attitude, Knowledge, Skills) model in business and industrial management as seen in the attached picture.
The problem is that spiritual aspect is also often associated with religions and it seems God, the Creator, or whatever its name, can only be approached through religious dogma. With the development of quantum physics science and zero mind process concept, the the approach to find God can really be explained scientifically. Now, there have been many Western scientists who scientifically discuss spiritual concept.
This textbook about Holistic Learning and Spirituality in Education explains how the Spirituality APPLICATION in learning. In this book, Spirituality HAS become a knowledge that can be rationally understood and discussed by scientists from all over the world. A reference for teachers/lecturers.
http://gen.lib.rus.ec/book/index.php?md5=7A140C59F3F14067A205E238531BDF4C
Like a STURDY tree, then five levels of intelligence needed from an educational institution in the age of today’s science and technology is: SPIRITUAL intelligence as the basis/foundation/roots and other types of intelligence as the branches, which are: INTELLECTUAL, EMOTIONAL, PHYSICAL, and SOCIAL. Therefore the OLD-FASHIONED approach that emphasizes on MEMORIZING/CHEATING intelligence has been expired!
But, how is the actual practice? CORRUPTION reigns supreme, BUT CORRUPTORS still worship dilligently! CORRUPTORS are more afraid to law enforcement people (police, prosecutors, KPK), BUT are not AFRAID to God (Allah). In my opinion, it should be simple, we DON’T NEED to polarize the East and West approaches, just take the best out of all of them, then make your own CONCEPT about God (Allah); just apply HabluminAllah + Habluminnanas + Habluminalam for Muslims and the law of KASIH/Love (Kehendak Allah Selalu Isi Hati/God’s Will Always Fulfills This Heart) for Christians. I will explain further about how the always growing and always developed rational approach in finding God (Allah) through IMAN/Faith (Ikhlas Menjadikan Allah Nakhoda/Sincerely Making God The Helmsman). I personally approach spiritual world through Superconscious Mind (Dialoguing with God) and applying Zero Mind Process concept which I will explain next.
Even the Devil asks for retirement from Indonesia because the Government Officials/Corruptors have been more skillful than the Devil, so that it would be more “challenging” and interesting if the Devil works in developed nations with almost ZERO corruption level (clean government).
BUT, if the SPIRITUAL values are not well understood, whether through self-finding (self-transcendence) or through various forms of religious study, then the right mindset will Not be well-shaped either. If the mindset is not well-formed, then automatically so is the ATTITUDE. Furthermore, Bad Habits that are continuously applied will create a Character of a cheater/liar/thief/corruptor, etc., which essentially is to violate all God’s commands. This repeated process in the motivational theory is called NEGATIVE REINFORCEMENT, which means someone who obtains earthly PLEASURES through repeating BAD/NEGATIVE actions. Conversely, if someone obtains PLEASURE through repeating POSITIVE actions, POSITIVE REINFORCEMENT would happen, so that the application of SPIRITUAL values would bring HAPPINESS not only later in the afterlife BUT immediately to be enjoyed in this world.
Note: According to the theory, less than 2% of human population would be ABLE to reach this Self-Transcendence (the highest hierarchical level in Maslow’s theory).
The attached article by Prof. Komarudin is good to be read and will also help understanding my question above.
Best Regards for SUCCESS.