-
Bahasa Indonesia
-
English
Oleh: Vincent Gaspersz,
Lean Six Sigma Master Black Belt & Certified Management System Lead Specialist
- American Production and Inventory Control Society (www.apics.org) Certified in Production and Inventory Management (CPIM), Certified Fellow in Production and Inventory Management (CFPIM) and Certified Supply Chain Professional (CSCP);
- American Society for Quality (www.asq.org) Certified Manager of Quality/Organizational Excellence (CMQ/OE), Certified Quality Engineer (CQE), Certified Quality Auditor (CQA), Certified Quality Improvement Associate (CQIA), and Certified Six Sigma Black Belt;
- International Quality Federation (www.iqf.org) Certified Six Sigma Master Black Belt (CSSMBB);
- Registration Accreditation Board (www.exemplarglobal.org) Certified Management System Auditor (CMSA), Certified Management System Practitioneer (CMSP), Certified Management System Specialist (CMSS), and Certified Management System Lead Specialist (CMSLS).
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman saya terlibat dalam bisnis dan industri selama lebih dari 25 tahun (mulai dari Management Trainee sampai Top Management), banyak lulusan perguruan tinggi di Indonesia memiliki karakteristik berikut: (1) hanya memahami teori, (2) memiliki keterampilan individual, (3) motivasi belajar hanya untuk lulus ujian, (4) hanya berorientasi pada pencapaian grade atau nilai tertentu saja, (5) orientasi belajar hanya pada mata kuliah individual secara terpisah, (6) proses belajar bersifat pasif, hanya menerima informasi dari dosen, dan (7) penggunaan teknologi (misal: komputer) terpisah dari proses belajar.
Sebaliknya kebutuhan dunia kerja, terutama bisnis dan industri adalah membutuhkan: (1) kemampuan solusi masalah berdasarkan konsep ilmiah, (2) memiliki keterampilan TEAM (teamwork), (3) mempelajari bagaimana cara belajar yang efektif, (4) berorientasi pada peningkatan terus-menerus dengan tidak dibatasi pada target tertentu saja. Setiap target yang tercapai akan terus-menerus ditingkatkan, (5) membutuhkan pengetahuan terintegrasi antardisiplin ilmu untuk solusi masalah yang kompleks, (6) bekerja adalah suatu proses berinteraksi dengan orang lain dan memproses informasi secara aktif, dan (7) penggunaan teknologi merupakan bagian integral dari proses belajar untuk solusi masalah dalam dunia nyata.
Kesenjangan utama yang terjadi di atas, membutuhkan perubahan proses belajar di perguruan tinggi dari metode konvensional berupa kuliah atau ceramah, menjadi case (problem solving) based learning yang mengandalkan analisis kasus dan solusi masalah, sehingga memperoleh keterampilan sebagai problem solver yang handal. Kurikulum perguruan tinggi di Indonesia seyogianya diarahkan untuk Case (Problem Solving) Based Learning yang dilakukan melalui teori-teori ilmu pengetahuan diorganisasikan di seputar masalah-masalah nyata yang diambil dari praktek-praktek profesional, melalui mengajukan pertanyaan-pertanyaan lintas topik/subyek (lintas ilmu pengetahuan) sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan dan memperoleh SUCCESS.
Sasaran Utama Case (Problem Solving) Based Learning
Sasaran utama dari case (problem solving) based learning adalah: (1) menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang mampu mengelola (menangani) masalah-masalah baik akademik maupun profesional dari mereka (siapa saja) yang mencari atau membutuhkan pelayanan dalam bentuk yang kompeten, dan (2) mengintegrasikan pengetahuan dasar (teori ilmiah), keterampilan solusi masalah, keterampilan pembelajaran mandiri yang efektif, dan keterampilan kerjasama (teamwork).
Mengapa Menggunakan Studi Kasus?
Pembelajaran menggunakan studi kasus dipandang sangat efektif sekarang ini, karena berbagai alasan berikut: (1) metode studi kasus melibatkan pengajaran teori ilmiah beserta penjelasannya dalam suatu kerangka yang memungkinkan mahasiswa dapat menghubungkan teori itu dengan dunia nyata, (2) metode studi kasus memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan keterampilan solusi masalah analitikal dan keterampilan berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, (3) metode studi kasus memungkinkan mahasiswa mempraktekkan keterampilan komunikasi baik secara tertulis maupun lisan, (4) metode studi kasus menggunakan strategi pembelajaran ko-operatif atau kolaborasi antara dosen yang berfungsi sebagai fasilitator dan mahasiswa sebagai team (kelompok) melalui diskusi dan presentasi kelompok, (5) latihan-latihan intelektual (berpikir) yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa sebagai teamwork dalam melakukan analisis studi kasus adalah serupa (analogi) dengan aktivitas ilmuwan dalam riset, (6) latihan-latihan solusi masalah dalam studi kasus merupakan pelatihan dan persiapan yang baik bagi mahasiswa yang akan memasuki dunia kerja terutama dunia bisnis dan industri, karena akan memberikan kebiasaan “berpikir melalui masalah nyata (think through the real problems)”, (7) mahasiswa sering bertanya mengapa mereka perlu mempelajari suatu subyek/topik atau informasi apa yang akan diperoleh dan digunakan oleh mereka ketika mempelajari subyek/topik itu, (8) studi Kasus menempatkan pembelajaran dalam konteks dunia nyata (real world), yang berkaitan dengan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan nyata atau setidak-tidaknya mendekati dunia nyata, (9) belajar menganalisis dan menyelesaikan kasus (Studi Kasus) merupakan penerapan “body of knowledge” yang penting dan sesungguhnya, (10) studi kasus mengembangkan kemampuan penggunaan atau penerapan ilmu pengetahuan secara efektif dalam menanggapi dan menyelesaikan masalah-masalah, (11) studi kasus mengembangkan pengayaan atau peningkatan pengetahuan dalam mengantisipasi masalah-masalah di masa yang akan datang beserta kesempatan yang mungkin (meta cognition).
Pendekatan Konvensional vs. Case (Problem Solving) Based Learning
Pendekatan konvensional dalam pembelajaran memiliki karakteristik berikut: (1) orientasi dosen, berfokus pada buku teks dan mengandalkan daya ingat (memori) berupa hafalan-hafalan, (2) tugas-tugas mingguan ditentukan oleh dosen, (3) orientasi individual, sedikit kesempatan untuk kolaborasi (kerjasama), (4) pembelajaran bersifat pasif, satu arah hanya dari dosen saja, dan (5) pendekatan ilmu bersifat individual, tidak terintegrasi satu sama lain.
Sebaliknya pendekatan Case (Problem Solving) Based Learning lebih berorientasi pada mahasiswa dan tugas-tugas untuk solusi masalah, karena memiliki karakteristik berikut: (1) mahasiswa memutuskan bagaimana mereka akan mengumpulkan informasi untuk solusi masalah, (2) mahasiswa bekerjasama untuk menyelesaikan kasus-kasus yang diberikan dalam batas waktu tertentu, (3) mempromosikan pembelajaran team (kolaborasi) dan keterampilan kerjasama (teamwork), (4) pembelajaran bersifat aktif, dua arah antara dosen dan mahasiswa, dan (5) pendekatan ilmu terintegrasi untuk solusi masalah yang ada dalam kasus-kasus yang diberikan (mahasiswa dalam kelompok mencari pendekatan ilmu yang sesuai untuk analisis kasus dan solusi masalah).
Landasan Case (Problem Solving) Based Learning
Landasan utama pembelajaran berbasis studi kasus atau solusi masalah adalah: (1) menemukan atau mencari masalah (dalam bentuk kasus baik nyata maupun yang diciptakan), kemudian meminta mahasiswa dalam bentuk kelompok (teamwork) untuk bertanggung jawab terhadap solusi masalah dalam analisis kasus tersebut, (2) menyediakan waktu dan sumber-sumber daya untuk pembelajaran terhadap kasus itu melalui analisis dan solusi masalah (memberikan rekomendasi dan saran-saran), (3) dosen harus merupakan fasilitator/tutor yang berpengetahuan dan berpengalaman, yang berfungsi untuk melatih proses kognitif dan sosial (hubungan kerjasama), (4) setiap kelompok mahasiswa yang berbeda dapat mendefinisikan aspek-aspek masalah yang berbeda, kemudian mempresentasikan di depan kelas untuk memperoleh tanggapan dari kelompok mahasiswa yang lain, dan (5) dosen yang berfungsi sebagai fasilitator dapat memberikan komentar-komentar untuk pengayaan pengetahuan, kemudian mengintegrasikan dalam bentuk kesimpulan, saran-saran, dan rekomendasi.
Peran Baru Dosen dan Mahasiswa dalam Case (Problem Solving) Based Learning
Peran dosen dalam Case (Problem Solving) Based Learning adalah: (1) berfungsi sebagai instruktur, fasilitator, pelatih, tutor, dalam pembelajaran yang berfokus pada mahasiswa dan masalah (studi kasus), membantu mahasiswa untuk memformulasikan, menyelidiki, merencanakan dan menyelesaikan masalah-masalah nyata, (2) mendesain situasi masalah, baik dalam bentuk simulasi atau kunjungan lapangan (field trip), (3) menetapkan arah yang berkaitan dengan: apa isi subyek/topik pengetahuan yang ingin disampaikan, keterampilan team, kemampuan dan sikap yang dibutuhkan untuk solusi masalah, (4) membimbing mahasiswa melalui proses menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam studi kasus itu, bukan memberikan jawaban, biarkan mahasiswa menemukan jawaban sendiri, sedangkan dosen hanya memberikan petunjuk untuk menemukan jawaban, (5) strategi pengajaran berfokus pada pemahaman dan penerapan ilmu pengetahuan dalam solusi masalah, bukan pada hafalan-hafalan (memorization), dan (6) melakukan “meta cognition” atau “mission control” melalui memperhatikan elemen penting dari Case (Problem Solving) Based Learning, seperti: Penetapan sasaran (apa yang ingin dicapai?), Seleksi strategi (bagaimana mengerjakan atau menerapkan ilmu pengetahuan dalam solusi masalah?), evaluasi sasaran (apakah studi kasus yang diberikan telah berfungsi dengan baik?), perbaikan terus-menerus (hal-hal apa saja yang harus ditingkatkan dalam proses pembelajaran?).
Sedangkan peran Mahasiswa dalam Case (Problem Solving) Based Learning, adalah: (1) berfungsi sebagai pembelajar mandiri (self-learner) yang bertanggung jawab dalam mengatur pembelajaran mereka, (2) berusaha menjalankan atau mengalami pengalaman konstruktif selama pembelajaran, (3) merencanakan untuk menghadapi tantangan-tantangan dalam dunia nyata, (4) melaksanakan atau menerapkan alat-alat solusi masalah dalam dunia nyata, (5) mengatasi hambatan-hambatan yang ada dan berupaya untuk menyelesaikannya, (6) mensintesakan pembelajaran yang diperoleh, dan (7) menciptakan lingkungan pembelajaran yang dinamis dan bermanfaat sehingga meningkatkan rasa kebanggaan baik secara individu maupun kelompok.
Refleksi
Beberapa refleksi yang dapat diungkapkan dari uraian di atas, adalah: (1) mahasiswa belajar hanya 10% dari apa yang mereka baca, 80% dari apa yang mereka alami, dan 90% dari apa yang mereka ajarkan kepada orang lain, (2) menggunakan kelompok yang terdiri dari 5-7 orang mahasiswa untuk fokus mendiskusikan konsep-konsep kunci dan memberikan laporan yang berkaitan dengan temuan-temuan mereka. Penambahan ukuran team dan perluasan hingga mencakup seluruh kelas akan memberikan manfaat yang lebih besar, (3) penggunaan “roleplaying” akan membantu peningkatan pemahaman mahasiswa terhadap multi-perspektif yang berbeda yang melekat dalam isu-isu pembelajaran, (4) kunjungan lapangan dan aktivitas pembelajaran berfokus mahasiswa lainnya akan meningkatkan hasrat, motivasi, dan komitmen mahasiswa dalam pembelajaran, (5) presentasi yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa, tidak hanya meningkatkan proses pembelajaran tingkat tinggi, tetapi juga akan menngkatkan partisipasi, kerja sama, keterampilan berkomunikasi lisan maupun tulisan, (6) dosen yang berperan sebagai Instruktur, Fasilitator, Tutor, dan lainnya memiliki kesempatan untuk mengevaluasi mahasiswa tentang lingkungan pembelajaran, kerjasama, keterampilan berkomunikasi, dan akan mampu mengidentifikasi area lain yang membutuhkan perhatian tambahan agar menjadi lebih efektif, dan (7) dosen dan mahasiswa seyogianya mampu menciptakan proses pengajaran dan pembelajaran sebagai sesuatu yang menyenangkan bagi semua orang yang terlibat.
Penutup
Kehidupan manusia terutama berkaitan dengan solusi masalah-masalah, mereka merasakan hal-hal yang nyata, mereka belajar dari lingkungan mereka, dan mereka memilih serta bertindak sesuai dengan situasi masalah mereka. Tidak ada persepsi yang sama bagi semua orang, tetapi setiap orang selalu memiliki persepsi yang menghubungkan terhadap masalah yang dihadapi. Demikian juga tidak ada pembelajaran yang sama bagi semua orang, tetapi semua orang secara manusiawi selalu belajar tentang cara-cara untuk menyelesaikan masalah mereka.
Mudah-mudahan pemikiran tentang Case (Problem Solving) Based Learning yang dikemukakan di atas akan mampu memperkecil kesenjangan lulusan perguruan tinggi dengan kebutuhan dunia nyata terutama bisnis dan industri, sehingga akan mampu mentransformasikan barisan pencari kerja yang menggantungkan hidup pada orang lain menjadi pekerja dan pembelajar mandiri menuju SUCCESS.
Salam SUCCESS.
By: Vincent Gaspersz,
Lean Six Sigma Master Black Belt & Certified Management System Lead Specialist
- American Production and Inventory Control Society (www.apics.org) Certified in Production and Inventory Management (CPIM), Certified Fellow in Production and Inventory Management (CFPIM) and Certified Supply Chain Professional (CSCP);
- American Society for Quality (www.asq.org) Certified Manager of Quality/Organizational Excellence (CMQ/OE), Certified Quality Engineer (CQE), Certified Quality Auditor (CQA), Certified Quality Improvement Associate (CQIA), and Certified Six Sigma Black Belt;
- International Quality Federation (www.iqf.org) Certified Six Sigma Master Black Belt (CSSMBB);
- Registration Accreditation Board (www.exemplarglobal.org) Certified Management System Auditor (CMSA), Certified Management System Practitioneer (CMSP), Certified Management System Specialist (CMSS), and Certified Management System Lead Specialist (CMSLS).
Based on my observations and experiences of being involved in business and industry for more than 25 years (from Management Trainee to Top Management), many university graduates in Indonesia have the following characteristics: (1) understanding only theories, (2) having individual skills, 3) having the motivation to learn only to pass the exam, (4) being only oriented to the achievement of a grade or a certain mark only, (5) having learning orientation only on separate individual courses, (6) having passive learning process, only receiving information from lecturers, and (7) having the use of technology (e.g. computer) separated from the learning process.
In contrast, the needs of the working world of work, especially business and industry, are: (1) having problem-solving capabilities based on scientific concepts, (2) having teamwork skills, (3) learning how to learn effectively; (4) being oriented on continuous improvement with no limitation on only specific targets. Each target achieved will be continuously improved, (5) requiring integrated interdisciplinary knowledge for complex problem solutions, (6) working as a process of interacting with others and actively processing information, and (7) using of technology as an integral part from the learning process to problem solving in the real world.
The main gap that occurs above, requires change in the learning process in universities from conventional method of lecturing, into case (problem solving) based learning that relies on case analysis and problem solving, in order to acquire skills as reliable problem solvers. The university curriculum in Indonesia should be directed to Case (Problem Solving) Based Learning conducted through scientific theories that are organized around real issues drawn from professional practices, by asking cross-topic/subject questions (cross-discipline knowledge) in order to adapt to the environment and obtain SUCCESS.
Main Goals of Case (Problem Solving) Based Learning
The main goals of case (problem solving) based learning are: (1) to produce university graduates who are capable of managing both academic and professional problems from those (anyone) who are seeking or needing competent services, and (2) to integrate basic knowledge (scientific theories), problem solving skills, effective independent learning skills, and teamwork skills
Why Using Case Study?
Lessons learned using case studies are considered to be highly effective today, for the following reasons: (1) case study method involves teaching scientific theories and their explanations in a framework that allows students to relate them to the real world; (2) case study method gives opportunity to students to develop analytical problem solving and thinking skills at higher level; (3) case study method enables students to practice communication skills both in written and oral forms; (4) case study method uses co-operative learning strategy or collaboration among lecturers who function as facilitators and students as teams through group discussions and presentations; (5) the intellectual (thinking) exercises conducted by the student groups as teamwork in analyzing case studies are similar (analogous) to the activities of scientists in research; 6) problem solving exercises in case studies are good training and preparation for students who will enter the workforce, especially business and industry, because those will give the habit of “thinking through the real problems”; (7) students often ask why do they need to learn a subject/topic or what information will be acquired and used by them when studying that subject/topic; (8) case study places learning in real world context, relating to the problems encountered in real life or at least closer to the real world; (9) learning to analyze and solving cases (Case Studies) is an important and actual “body of knowledge” application; (10) case study develops the ability to use or apply science effectively in responding and solving problems; (11) case study develops enrichment or increase of knowledge in anticipating future problems and possible opportunities (meta cognition).
Conventional Approach vs. Case (Problem Solving) Based Learning
The conventional approach in learning has the following characteristics: (1) lecturer orientation, focusing on textbooks and relying on memorizations; (2) weekly tasks determined by lecturers; (3) individual orientation, little opportunity for collaboration (team work); (4) learning is passive, one directional only from the lecturers, and (5) the approach of knowledge is individual, not integrated with each other.
In contrast, Case (Problem Solving) Based Learning approach is more oriented towards students and tasks for problem solving, because it has the following characteristics: (1) students decide how they will collect information for problem solving; (2) students work together to solve cases given within a certain time limit; (3) promoting team learning (collaboration) and teamwork skills; (4) active learning, two-way learning between lecturers and students; and (5) integrated scientific approach for existing problem solving encountered within given cases (students in groups look for appropriate scientific approach for case analysis and problem solving).
Foundation of Case (Problem Solving) Based Learning
The main foundations of case (problem solving) based learning are: (1) finding or seeking problems (in real and created cases), then asking students in groups (teamwork) to be responsible for the problem solving in that case analysis; (2) providing time and resources for learning that case through analysis and problem solving (giving recommendations and suggestions); (3) the lecturer should be a knowledgeable and experienced facilitator/tutor who serves to train cognitive and social processes (cooperative relationship); (4) each student group can define different aspects of the problem, then present in front of the class to obtain responses from other groups of students, and (5) the lecturer who serves as the facilitator can provide comments for the enrichment of knowledge, then integrate them in the form of conclusions, suggestions, and recommendations.
New Roles of Lecturers and Students in Case (Problem Solving) Based Learning
The role of lecturers role in Case (Problem Solving) Based Learning are to: (1) function as instructors, facilitators, trainers, tutors, in learning that focuses on students and problems (case study), help students to formulate, investigate, plan and solve real problems; (2) design problem situations, either in the form of simulations or field trips; (3) establish directions related to: what content of the subject/topic of knowledge to be conveyed, what team skills, abilities and attitude are needed to solve problem; (4) guide students through the process of answering questions in that case study instead of providing answers, let the students find their own answers, while the lecturer provides only clues to find answers; (5) apply strategic teaching that focuses on understanding and applying science in problem solving, not on memorization; and (6) do “meta cognition” or “mission control” by taking into account the essential elements of Case (Problem Solving) Based Learning, such as: Goal setup (what to be achieved?), Strategy selection (how to do or apply science in problem solving?), Objective evaluation (whether the case study given has functioned properly?), Continuous improvement (what things should be improved in the learning process?)
Whereas the role of students in Case (Problem Solving) Based Learning, are to: (1) function as self-learners who are responsible in managing their learning; (2) try to get or receive constructive experience during learning; (3) plan to face challenges in real world; (4) apply or implement problem solving tools in real world; (5) overcome existing obstacles and work to solve them; (6) synthesize the learning gained; and (7) create dynamic and rewarding learning environment in order to increase the sense of pride both individually and in groups.
Reflections
Some reflections that can be expressed from the description above are: (1) students learn only from 10% of what they read, 80% of what they experience, and 90% of what they teach to others; (2) use groups consisting of 5-7 students to focus on discussing key concepts and providing reports relating to their findings. The addition of team size that extends to cover the whole class will provide greater benefits; (3) the use of “roleplaying” will help to increase students’ understanding of different multi-perspectives embedded in learning issues; (4) field trips and learning activities that focus on other students will increase students’ passion, motivation, and commitment in learning; (5) presentations by group of students, will not only improve the high-level learning, but will also increase participation, cooperation, oral and written communication skills; (6) lecturers who act as Instructors, Facilitators, Tutors, and others have the opportunity to evaluate students about the learning environment, cooperation, communication skills, and will be able to identify other areas that require additional attention to be more effective, and (7) lecturers and students should be able to create teaching and learning process as something that is fun for everyone involved.
Closing
Human lives are primarily concerned with solutions to problems; they feel real things, they learn from their environment, and they choose and act according to the situation of their problems. There is no common perception for everyone, but everyone always has a perception that connects to the problem at hand. Likewise there is no learning that is the same for everyone, but humanely everyone always learn about ways to solve their problems.
Hopefully the thinking about Case (Problem Solving) Based Learning mentioned above will be able to minimize the gap of university graduates with real world needs, especially the needs of business and industry, so that it will be able to transform the rank of job seekers who depend on other people to become workers and independent learners toward SUCCESS.
Best Regards for SUCCESS.